Bisnissawit.com — Pemerintah memberikan tenggat waktu hingga empat tahun bagi pekebun rakyat untuk mengajukan dan memperoleh sertifikasi ISPO, sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2025. Artinya, kelompok pekebun, koperasi, atau gabungan kelompok pekebun wajib sudah bersertifikat ISPO paling lambat pada 19 Maret 2029.
Berbeda dengan perusahaan besar yang diwajibkan memiliki sertifikasi ISPO mulai 19 Maret 2025, pekebun rakyat diberi masa transisi lebih panjang agar dapat memenuhi berbagai persyaratan administratif dan teknis yang ditetapkan.
Dalam draft yang diterima Redaksi Media Bisnis Sawit diterangkan bahwa pengajuan sertifikasi ISPO bagi pekebun wajib disertai dokumen Tanda Daftar Usaha Perkebunan (TDUP) serta bukti kepemilikan atau penguasaan lahan yang sah. Sertifikasi ini juga mensyaratkan adanya pelatihan, pendampingan teknis, dan penerapan sistem kendali internal dalam kelompok pekebun.
Biaya sertifikasi ISPO untuk pekebun tidak dibebankan secara langsung kepada mereka. Dana dapat bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), APBN, APBD, serta sumber dana sah lainnya. Dana ini digunakan untuk pendampingan, pelatihan, proses audit sertifikasi, hingga monitoring berkala.
Pemerintah juga mendorong digitalisasi melalui sistem informasi ISPO yang terhubung secara elektronik, guna memastikan transparansi dan integrasi data dari tingkat pekebun hingga ke lembaga sertifikasi.
Dalam skema baru ini, Komite ISPO dibentuk untuk mengawal pelaksanaan sertifikasi, menyusun kebijakan umum, melakukan pengawasan, dan berkoordinasi lintas kementerian. Komite ini juga membuka ruang partisipasi masyarakat sipil, akademisi, serta asosiasi pelaku usaha untuk turut mengawasi dan memberikan masukan terhadap implementasi ISPO.
Dengan adanya Perpres ini, diharapkan tata kelola perkebunan kelapa sawit nasional semakin kuat, akuntabel, dan inklusif, terutama dalam meningkatkan daya saing dan keberlanjutan sektor sawit rakyat. (**)