26 Maret 2024
Share:

Bisnissawit.com – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin mendukung usulan Kantor Staf Presiden (KSP) terkait perombakan basis penetapan Domestik Market Obligation (DMO) minyak sawit dari sebelumnya berbasis realisasi ekspor menjadi berbasis produksi minyak sawit.

Dilansir dari situs dpd.go.id, menurut mantan wakil Gubernur Bengkulu ini harga minyak sawit saat ini sangat rentan dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mempengaruhi realisasi ekspor minyak sawit. Akibatnya masyarakat di dalam negeri harus menanggung volatilitas harga minyak goreng ketika terjadi penurunan realisasi ekspor akibat volatilitas di pasar global.

“Seperti yang terjadi saat ini, harga minyak goreng naik rata-rata 5 persen di banyak daerah. Hal ini tentu sangat menganggu daya beli masyarakat dan mendorong kenaikan inflasi,” ujar Sultan Baktiar Najamudin Senin (26/03/24).

Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, kata Sultan, masyarakat Indonesia seharusnya bisa menikmati harga minyak goreng secara stabil sesuai hasil produksi sawit. Usulan Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian harga tandan buah segar bagi petani sawit mandiri di daerah.

“Luas perkebunan sawit kita meningkat tapi harga minyak goreng juga terus mengalami kenaikan. Saya kira sistem tata niaga minyak sawit atau CPO kita perlu dievaluasi secara menyeluruh,” tukasnya.

Meski demikian, ia tetap meminta agar Usulan KSP terkait DMO minyak sawit berbasis produksi ini harus dikaji secara detail agar tidak menganggu pendapatan petani sawit mandiri. Stabilitas harga minyak goreng yang terjangkau harus juga diikuti dengan peningkatan kualitas kesejahteraan petani sawit rakyat di daerah. Diketahui, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengusulkan agar kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng dirombak dengan basis perhitungan volume produksi.

Baca Juga:  Kebijakan EUDR Temui Babak Baru

Deputi III KSP, Edy Priyono mengatakan, aturan DMO minyak goreng saat ini yang berbasis volume ekspor akan bermasalah saat permintaan ekspor minyak sawit melemah seperti saat ini. Hal itu dianggap kurang efektif, lantaran pelemahan ekspor lebih dominan disebabkan oleh faktor eksternal yakni kondisi pasar global.(*)