18 November 2024
Share:

Bisnissawit.com – Ketua GAPKI Bidang Riset dan Pengembangan Dwi Asmono menyoroti permasalahan fundamental dan optimiskan peluang perbaikan pada acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2024.

Ia menyampaikan, Indonesia merupakan tempat yang paling ideal untuk pertumbuhan sawit. Sebab, berada di 10 derajat Lintang Utara dan 10 derajat Lintang Selatan. Selain itu, iklim relatif cocok untuk pertumbuhan sawit.

“Beberapa persoalan fundamental, saya menganggap ini sebagai peluang untuk perbaikan,” tutur Dwi Asmono sebagai Ketua GAPKI Bidang Riset dan Pengembangan.

Benih Palsu

Dwi Asmono menyampaikan tantangan pertama soal benih. Benih idealnya diberikan oleh produsen sekitar 140 juta benih terbaik. Jumlah itu kemudian diseleksi 20%-10%. Namun, hanya terserap sekitar 120 juta yang terbaik.

“Faktanya ini masih ada Benih palsu. Ini tantangan jadi itu yang membuat satu faktor pertama produktivitas kita terkendala,” kata Dwi Asmono.

Terkendala Proses Replanting

Replanting atau peremajaan kebun sawit salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan keberlanjutan di industri sawit. Sekaligus meningkatkan hasil kebun dan kualitas buah sawit tanpa membuka lahan baru.

“Telah dibahas mengenai replanting, harusnya 2,4 juta yang di replanting di smallholder. Tetapi, pelaksanaan replanting relatif terkendala. Ini bukan hanya di perusahaan besar, tapi juga di perkebunan rakyat,” ujarnya.

Ganoderma yang belum terselesaikan

Ganoderma adalah jamur berbahaya yang menginfeksi pohon kelapa sawit. Hal ini dapat menyebabkan penyakit busuk pada pangkal batang, yang akan mematikan kelapa sawit.

“Kemudian press practices, kita ada masalah namanya ganoderma masalah yang hampir 100 tahun belum terselesaikan. Hal ini tidak bisa terselesaikan secara segmental. Kalau kita biarkan 2050 kita akan Vulnerable. Tapi kita tetap optimis itu Vulnerable sesuatu yang sebenarnya bisa kita selesaikan kalau inovasi,” sambungnya.

Baca Juga:  Indonesian Planters Society Gali Solusi Untuk Hadapi Perubahan Iklim dan Peningkatan Lahan Marginal di Perkebunan Sawit

Serangga penyerbuk terbatas

Serangga penyerbuk kelapa sawit adalah yang paling efektif dan efisien. Untuk proses penyerbukan, kelapa sawit memerlukan bantuan dari serangga Elaeidobius kamerunicus.

“Produktivitas relatif turun, sebab serangga penyerbuk kita terbatas. Di Indonesia dari tahun 1983, itu hanya 503 serangga saling silang (inbreeding). Pada area aslinya sana ada delapan spesies, ini baru kita akan mendatangkan,” katanya.

Selain itu, Dwi Asmono menyampaikan inovasi dalam produksi adalah recovery panen dengan luas 16,4 juta hektar. Ketergantungan kemanusiaan terhadap teknologi harus diterapkan. Sehingga ini menjadi tantangan tersendiri.

“Ada jarak 37% di perusahaan besar, kemudian 48% di smaller itu realita peluang. Artinya kita membuang potensi produktivitas kita hampir 40% ini yang yang harusnya kita cari solusi dari sisi inovasi.” tuturnya.