Bisnissawit.com – PT Tirta Kahyanan Nirankara menjadi salah satu exhibitor yang memeriahkan acara Perkebunan Expo (BUNEX 2024) di Ice BSD, Tangerang, Banten pada 12-14 September 2024.
Dalam event BUNEX 2024 PT Kahyanan Nirankara menyuarakan urgensi soal rekayasa cuaca yang dibutuhkan oleh perkebunan Indonesia khususnya perkebunan kelapa sawit.
Direktur Utama PT Tirta Kahyanan Nirankara Immanuel Hutapea menerangkan bahwa teknologi rekayasa cuaca di Indonesia telah ditetapkan di sektor lain seperti pertambangan, nikel dan PLN, tetapi untuk sektor perkebunan dan pertanian saat ini belum ada.
“(Rekayasa cuaca) kalau untuk perkebunan masih belum, tetapi kalau untuk di tambang, nikel, PLN sudah melakukannya. Misalnya kalau di PLN mereka untuk mengisi embung supaya airnya bisa memutar turbin, kalau untuk di pertanian atau di perkebunan untuk sekarang ini belum,” kata Immanuel di BUNEX 2024, Jumat (13/9/24).
Padahal penerapan rekayasan cuaca ini diprediksi bisa meningkatkan produktivitas kelapa sawit dengan signifikan. Immanuel menerangkan jika pada lahan 10.000 hektare memiliki potensi kehilangan track buahnya 5 ton per hektare, maka ada 50.000 ton yang hilang.
“Kalau dikalikan 16 juta hektare berapa ton yang hilang? Itu yang bisa kita selamatkan dengan adanya rekayasa cuaca,” tutur Immanuel.
Selain untuk Saat ini teknologi rekayasa cuaca terus disuarakan melalui forum diskusi dengan pemerintah dan perusahaan. Bukan hanya bicara soal keuntungan, Immanuel juga menjelaskan permasalahan yang bisa dihindari dengan mendeteksi cuaca lebih awal.
“Rekayasa cuaca ini juga bisa untuk menghalau kebakaran lahan yang terjadi karena faktor kekeringan, dengan adanya rekayasa cuaca ini berarti lahannya tidak kering dan menekan potensi kebakaran, selain itu juga menghindari dampak banjir,” tuturnya.
Ia turut berharap rekayasa cuaca ini di tahun ini bisa segera diterapkan di perkebunan di Indonesia karena menjadi solusi yang signifikan.
“Bahkan negara juga sangat diuntungkan dengan rekayasa cuaca ini, karena faktor yang hilang dari track buah itu jadi diterima, potensinya negara menerima pajak dari potensi track buah ini bisa sampai Rp15 triliun per tahun. Sementara waktu di perusahaan bisa menghindari kehilangan dari track buah tersebut yang jumlahnya sangat banyak,” terangnya. (*)