Bisnissawit.com – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit atau CPO pada periode September 2024 ini mengatami kenaikkan, hal tersebut dirilis dalam keterangan resmi Kementerian Perindustrian pada Senin (2/9/24).
Penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS) Pungutan Ekspor (PE) pada periode 1—30 September 2024 yakni mencapai USD 839,53 per ton.
Pungutan ekspor meningkat sebesar USD 19,42 atau 2,32 persen dari periode Agustus 2024 yang tercatat sebesar USD 820,11 per ton.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1204 tahun 2024 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Periode 1—30 September 2024.
“Saat ini, Harga Referensi CPO meningkat menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar (BK) CPO sebesar USD 52/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD 90/MT untuk periode 1—30 September 2024,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim dikutip dari situs kemendag.go.id.
Penetapan BK CPO periode 1—30 September 2024 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C PMK Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 33/MT.
Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode 1—30 September 2024 merujuk pada Lampiran Huruf C PMK Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD 90/MT.
Sumber penetapan HR CPO berasal dari rata-rata harga selama periode 25 Juli—24 Agustus 2024 pada sejumlah rujukan, yaitu Bursa CPO di Indonesia sebesar USD 804,96/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD 874,10/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD 970,41/MT.
Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD 40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median, yaitu Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia.
Sesuai dengan perhitungan tersebut,maka dapat ditetapkan HR CPO sebesar USD839,53/MT.
“Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi peningkatan harga minyak nabati lainnya, yaitu minyak kedelai, dan peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Dalam hal ini, ada penurunan produksi di Malaysia,” jelas Isy. (*)