Bisnissawit.com – Kemenangan Indonesia dalam sengketa kelapa sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membuka peluang baru. Dalam bagi penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan menekan implementasi European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Melansir situs resmi Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan perihal ini kepada wartawan di Jakarta, Minggu (19/1/2025).
Airlangga Hartarto meyakini kemenangan ini memperkuat posisi Indonesia dan Malaysia. Sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar, memperjuangkan perlakuan yang adil bagi komoditas sawit.
Airlangga Hartarto menegaskan kemenangan di WTO memberikan momentum bagi kedua negara untuk memperkuat strategi implementasi dan mencegah diskriminasi terhadap sawit di masa mendatang. Kemenangan ini juga diharapkan menghilangkan hambatan yang selama ini mewarnai perundingan IEU-CEPA.
“Kami berharap kemenangan Indonesia di WTO melawan Uni Eropa membantu penyelesaian perundingan IEU-CEPA,” tutur Airlangga Hartarto.
Perjuangan Indonesia dan Malaysia bersama Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di Brussels sebelumnya menunjukkan komitmen kuat melawan diskriminasi Uni Eropa terhadap sawit. Misi-misi ini melibatkan pertemuan dengan parlemen Uni Eropa, aktivis NGO, pengusaha, dan CEO. Perundingan IEU-CEPA sendiri telah berlangsung belasan kali dengan tujuan meningkatkan perdagangan, investasi, dan kemakmuran bersama.
Lebih lanjut, Airlangga Hartarto menekankan dampak kemenangan WTO terhadap EUDR. Ia meyakini kemenangan ini menjadi alat penekan bagi Uni Eropa terkait implementasi EUDR yang ditunda hingga 30 Desember 2025.
“Keputusan WTO berdampak pada kebijakan EUDR yang diambil Uni Eropa,” kata Airlangga.
Airlangga Hartarto menambahkan penundaan implementasi EUDR selama satu tahun mengindikasikan ketidaksiapan Uni Eropa. Keputusan WTO ini memberikan kekuatan tambahan bagi Indonesia dalam menentang kebijakan EUDR. Indonesia akan terus menentang kebijakan diskriminatif dan tidak pro-rakyat, mengingat lebih dari 41% penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia adalah pekebun rakyat.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, sebelumnya menyambut baik putusan Panel WTO yang menegaskan Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit Indonesia dibandingkan produk minyak nabati serupa dari Uni Eropa dan negara lain. Ia berharap putusan ini mencegah negara mitra dagang lain memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat perdagangan global.