17 Januari 2025
Share:

Bisnissawit.com – Pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan alasan dan latar belakang kebijakan pengetatan ekspor minyak jelantah (UCO) dan residu dari limbah lain kelapa sawit.

Bersumber dari laman resmi Kementerian Perdagangan, Jumat (17/1/2025), diungkapkan dalam proses sosialisasi Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025. Tertera perubahan Permendag Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.

Sosialisasi tersebut berlangsung di Bekasi, Provinsi Jawa Barat, beberapa waktu lalu, dengan tujuan untuk memberikan pemahaman terkait kebijakan baru yang mulai berlaku pada 8 Januari 2025.

Dalam acara tersebut, sejumlah narasumber menyampaikan penjelasan, di antaranya Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, Tatang Yuliono; Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag, Farid Amir; serta Pembina Industri Ahli Pertama dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Lisa Sturoyya Faaz.

Kegiatan dibuka oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Isy Karim, dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor produk kelapa sawit dan turunannya.

Dalam sambutannya, Isy Karim menjelaskan bahwa Permendag nomor 2 tahun 2025 bertujuan untuk memperketat ekspor limbah kelapa sawit, seperti Palm Oil Mill Effluent (POME), residu minyak sawit asam tinggi atau high acid palm oil residue (HAPOR), serta minyak jelantah atau used cooking oil (UCO). Pengetatan ekspor ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri minyak goreng dalam mendukung program minyak goreng rakyat.

Isy Karim juga menekankan bahwa kebijakan ini mendukung implementasi biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40). 

“Berdasarkan Permendag ini, kebijakan ekspor UCO dan residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan,” kata Isy Karim,” ujarnya.

Baca Juga:  10 Olahan Limbah Sawit yang Bisa Menjadi Produk Bernilai Jual Tinggi

Ia menambahkan, dalam rapat koordinasi tersebut juga dibahas mengenai alokasi ekspor yang menjadi syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor (PE). Beberapa pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekspor UCO dan residu meliputi kebijakan pembatasan ekspor seperti pengenaan bea keluar (BK), penyesuaian konversi hak ekspor dari kewajiban pemenuhan dalam negeri (domestic market obligation atau DMO), serta angka produksi dan konsumsi dalam negeri.

Isy Karim juga mengingatkan bahwa eksportir yang sudah memiliki PE UCO dan PE residu berdasarkan Permendag sebelumnya tetap dapat melanjutkan ekspor, dengan PE yang masih berlaku hingga masa berlakunya berakhir.