Bisnissawit.com – Sahat Sinaga selaku Ketua Dewan Sawit Indonesia turut hadir dalam sidang terbuka promosi Doktor Mutiara Panjaitan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Senin (12/12/2024). Dalam kesempatan itu Sahat Sinaga menyampaikan sepemikiran dan mendukung ide Badan Otoritas sawit Indonesia, ia juga menyatakan sawit indonesia butuh ‘dokter sawit’.
“BOSI (Badan Otoritas sawit Indonesia) akan benar karena kita harus kembali ke Undang-Undang Dasar 45 pasal 3,” ujar Sahat Sinaga
Sahat Sinaga menyampaikan, ketidaknyamanan aspek hukum semrawut membuat para pengusaha tidak ingin melakukan replanting. Hal ini, berbahaya untuk keberlanjutan sawit Indonesia.
“Para pengusaha tidak bergairah untuk melakukan replanting. Sebab mereka tidak mengerti. Dengan demikian mereka memerlukan dokter, maka kesehatan perkebunan itu bisa diperbaiki. Sehingga produktivitas akan terus meningkat,” tutur Sahat Sinaga.
Sahat Sinaga mengatakan, pemerintah memiliki harapan TBS sawit menghasilkan 20 ton per hektar setiap tahun. Faktanya saat ini petani sawit hanya menghasilkan rata-rata 9,2 ton TBS per hektar setiap tahunnya. Selain itu, aspek hukum harus jelas dengan adanya dokter kesehatan.
“Indonesia dapat melakukan ini dengan berkembang menggunakan monitor satelit. Sebab monitor menggunakan drone itu omong kosong. Hingga 188 tahun memeriksa perkrbunan sawit di Barat hingga ke Timur. Dengan satelit hanya butuh waktu 4 hari dari Barat hingga Timur,” kata Sahat Sinaga.
Sahat Sinaga berpendapat, dengan monitor satelit dapat menjangkau perkebunan yang membutuhkan pengobatan dan menghindari kematian sawit. Perlu segera mungkin membentuk dokter kesehatan perkebunan sawit raya.
Selain itu, data nasional sawit perlu dikelola oleh satu pintu, yakni Badan Otorita Sawit Indonesia.