Bisnissawit.com – Indonesia, Malaysia, dan Thailand terus memperkuat kerja sama ekonomi, termasuk di sektor kelapa sawit, serta membahas dampak regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) terhadap industri tersebut.
Seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian pada Selasa (5/3/2025), pertemuan ini berlangsung di Putrajaya, Malaysia, dalam rangka Strategic Planning Meeting (SPM) sebagai bagian dari Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT).
Fokus utama pembahasan meliputi penguatan konektivitas, kerja sama ekonomi dan sosial, serta persiapan IMT-GT Summit yang akan diselenggarakan di sela-sela ASEAN Summit pada Mei 2025 di Malaysia.
Selain itu, IMT-GT juga membahas rencana penandatanganan Framework of Cooperation on Customs, Immigration, and Quarantine (FoC on CIQ) guna mengurangi hambatan birokrasi dan mendorong perdagangan lintas negara.
Kesepakatan lainnya adalah Memorandum of Understanding (MoU) di sektor kelapa sawit untuk memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir dan memastikan keberlanjutan industri di kawasan.
Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama dan Investasi Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi, yang memimpin delegasi Indonesia, menegaskan bahwa kedua MoU ini menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Kita harus segera mencari solusi dan pendekatan pragmatis guna mengatasi hambatan non-tarif, seperti EUDR yang berdampak besar terhadap industri kelapa sawit,” ujar Edi.
Pertemuan ini juga menekankan pentingnya peran aktif pemerintah daerah (Pemda) dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek subregional, memastikan keterlibatan mereka dalam pembangunan kawasan.
Melalui diskusi ini, IMT-GT berkomitmen untuk terus berkolaborasi dalam merumuskan strategi pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif, agar kawasan tetap tangguh menghadapi tantangan global serta menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara di masa depan.