21 Maret 2025
Share:

Bisnissawit.com – Penyakit busuk pangkal batang akibat infeksi Ganoderma terus menjadi ancaman serius bagi industri kelapa sawit di Indonesia.

Untuk mengatasinya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) membentuk Konsorsium Ganoderma Indonesia, yang beranggotakan PIPPSI (Perhimpunan Ilmu Pemuliaan dan Perbenihan Sawit Indonesia) serta PFI (Persatuan Fitopatologi Indonesia). Konsorsium ini bertugas mengoordinasikan berbagai strategi pengendalian Ganoderma melalui beberapa kelompok kerja.

Menurut Indra Syahputra, Ketua Konsorsium Ganoderma sekaligus Director of Seed Production and Laboratories PT Socfindo, salah satu tim kerja utama adalah Kelompok 3, yang fokus pada Standarisasi Prosedur Pengendalian Ganoderma dengan Best Management Practices (BMP).

Kelompok ini menginventarisasi langkah-langkah efektif dalam mencegah dan mengatasi serangan Ganoderma, terutama saat proses replanting di area yang sudah terinfeksi. Tujuannya adalah menghasilkan standar prosedur yang dapat diterapkan oleh petani untuk menekan kehilangan produksi akibat penyakit ini.

Program kerja tahun pertama mencakup studi banding ke perkebunan yang telah berhasil menerapkan metode pengendalian Ganoderma serta ke area replanting endemik untuk meninjau efektivitas berbagai teknik mekanisasi seperti trencher (memutus kontak akar) serta stump grinding and removal (menghancurkan tunggul tanaman). Pada tahun kedua, tim akan menyusun standar prosedur penanganan dan melakukan sosialisasi kepada pelaku industri sawit.

Kelompok 5 berfokus pada sistem deteksi dini Ganoderma di lapangan. Metode yang digunakan saat ini mencakup sensus manual, foto udara, analisis molekuler, serta pengujian laboratorium terhadap sampel tanaman yang terinfeksi. Namun, karena sifat Ganoderma yang symptomless (tidak menunjukkan gejala pada tahap awal infeksi), dibutuhkan alat deteksi yang lebih akurat untuk mengidentifikasi tanaman yang sehat maupun yang telah terserang.

Sementara itu, Kelompok 6 mengembangkan penggunaan mikroba endofitik untuk meningkatkan ketahanan tanaman kelapa sawit terhadap Ganoderma. Fokusnya adalah menciptakan lingkungan interaksi optimal antara mikroba dan tanaman, sehingga dapat menjadi strategi biologis dalam mengelola penyakit busuk pangkal batang.

Baca Juga:  Perusahaan Sawit Beri Dampak Positif Pembangunan Desa

Dampak ekonomi akibat infeksi Ganoderma sangat signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa kerugian akibat penyakit ini mencapai Rp7,8 triliun per tahun (Hushiharian, 2013) dan Rp4 miliar per 1% infeksi per tahun (More, 2016). Di Malaysia, perkiraan kerugiannya mencapai USD 500 juta per tahun (Izwan Badrudin, 2022).

Dari sisi gejala, tanaman yang terinfeksi menunjukkan klorosis (daun menguning), daun menggantung, serta munculnya daun tombak. Jika infeksi semakin parah, batang akan mengalami pembusukan dan akhirnya tumbang. Ganoderma boninense menyebar melalui dua mekanisme utama: spora seksual (basidiospora) dan miselium vegetatif. Spora dapat dengan mudah tersebar melalui angin, air, atau serangga, lalu berkembang menjadi miselium yang menyerang jaringan tanaman dan menyebabkan pembentukan tubuh buah.

Dalam proses peremajaan perkebunan, tingkat serangan Ganoderma bervariasi tergantung metode yang digunakan:

  • Under planting (menanam di antara tanaman lama): 33%
  • Windrowing (tunggul tidak dibersihkan total): 17,6%
  • Clean clearing (pembersihan total): 14%
  • Tanaman tanpa pembakaran dengan mulsa dari tanaman terinfeksi: 22%
  • Tanaman sehat dengan mulsa: 12% (pada umur 21 tahun)

Saat ini, salah satu metode pengendalian Ganoderma yang terus diteliti adalah penggunaan varietas kelapa sawit toleran, yang diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang bagi industri kelapa sawit di Indonesia.