20 Mei 2024
Share:

Bisnissawit.com – Kebutuhan minyak nabati di dunia sangat tinggi, pro dan kontra yang terjadi di industri minyak nabati khususnya kelapa sawit cukup pelik. Salah satunya isu kampanye negatif kelapa sawit mendorong ide baru untuk mencari sumber energi alternatif, salah satunya Single Cell Oil yang telah diteliti oleh Kelti Pengolahan Hasil dan Mutu PPKS Medan, Manda Edy Mulyono.

Namun, perkembangan Singel Cell Oil ini masih menjadi pertimbangan serius, apakah sebagai peluang atau malah menjadi bumerang ancaman bagi komoditas kelapa sawit di Indonesia?

Lantas apa itu yang Single Cell Oil yang disebut-sebut menjadi pengganti minyak kelapa sawit atau CPO?Dari jurnal ilmiah yang ditulis oleh Manda Edy Mulyono, Single Cell Oil (SCO) merupakan sumber lipid (senyawa lemak) terbarukan berbasis non-tanaman.

Lipid-lipid ini diproduksi oleh mikroorganisme yang disebut sebagai Oleaginous Microorganisms, yang mampu mengakumulasi lipid hingga 80% bobot keringnya. Lipid yang diproduksi oleh mikroorganisme ini didominasi oleh triasilgliserol (TAG) seperti halnya pada minyak nabati.

Bahkan, mikroorganisme oleaginous mampu menghasilkan lipid bernilai tinggi seperti DHA (docosahexaenoic acid), EPA (eicosapentaenoic acid), CLA (conjugated linoleic acid), dan GLA (gamma linolenic acid).

Selain itu, produksi SCO tergolong cepat dan memerlukan kondisi yang lebih sederhana, seperti membutuhkan lebih sedikit air, tidak membutuhkan tanah subur, serta tidak bergantung pada cuaca dan iklim.

Keunggulan-keunggulan SCO ini sebenarnya juga membuka celah peluang bagi komunitas ‘anti-sawit’ untuk mengembangkan pengganti minyak sawit, selain CSO, Bill Gates juga sudah pernah mengembangkan C16-Bioscience.

C16-Bioscience ini diklaim produksi SCO dengan komposisi asam lemak yang sangat mirip minyak sawit, bahkan setara dengan olein.

Baca Juga:  PTPN IV PalmCo Siapkan Lahan 60.000 Hektare Untuk Peremajaan Sawit Rakyat

Perusahaan lainnya yang juga memiliki visi serupa adalah Xylome yang menamai produknya Yoil Palm Oil Biosimilar. Lalu apakah hal ini menjadi ancaman bagi industri kelapa sawit Indonesia?

Dari paparan jurnal Manda Edy Mulyono juga diulas bahwa mikroorganisme oleaginous sebenarnya merubah aneka sumber karbon menjadi lipid melalui metabolisme selnya.

Sumber karbon yang dimaksud dapat berupa senyawa karbon sederhana maupun kompleks, seperti lignoselulosa, protein, gliserol, hidrolisat, hingga air limbah. Aneka sumber karbon tersebut dapat diperoleh dari berbagai industri, tak terkecuali industri kelapa sawit.

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS), serat, POME (palm oil mill effluent), PKM (palm kernel meal), hingga gliserol dari industri biodiesel merupakan beberapa contoh biomassa dan produk sampingan dari industri sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon pada produksi SCO.

Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia kaya akan sumber karbon yang dibutuhkan pada produksi SCO, Manda Edy Mulyono memandang keberadaan SCO bisa mendukung program net-zero carbon dan ekonomi sirkular pada industri kelapa sawit.

SCO tetap bisa diberdayakan tanpa harus menggantikan minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati dan bahan baku industri. Bukan menjadi ancaman, SCO seharusnya dipandang sebagai peluang baru bagi keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia. (*)