Bisnissawit.com – Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia dan tumbuh baik di daerah tropis dan di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga memenuhi syarat untuk budidaya kelapa sawit.
Menurut Sahat Sinaga Kelapa Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia saat ditemui Kamis (8/2), bahwa sawit akan membawa kejayaan bagi NKRI karena produknya ada 2 yaitu Abiotik dan Biotik. Abiotik tidak dapat beregenerasi dan biotik dapat beregenerasi.
Namun menurut Sahat, teknologi di pabrik kelapa sawit (PKS) masih kuno. Karena orang Indonesia masih belum tahu bagaimana caranya mengembangkan suatu teknologi, maka dari itu teknologi di Indonesia disebut masih teknologi kolonial.
Proses merubah TBS (Tandan Buah Sawit) menjadi minyak itu disebut proses sterilisasi (white process). Diperlukan sistem steamed, yang membuat semua PKS (pabrik kelapa sawit) harus berada di dekat sungai, dan diperlukan area yang luas, sebab memiliki limbah yang sangat besar.
“Dulu, orang Eropa masih menggunakan lemak hewani dan lemak ikan paus untuk membuat lilin. Lalu, ketika kedua jenis lemak ini terbatas pasokannya, mereka beralih ke minyak sawit sebagai sumber lemak. Jadi dengan konsepnya dulu itu, mereka tidak tahu bahwa kandungan nutrisi di minyak sawit itu lebih tinggi.” ujar Sahat.
Sahat juga mengatakan bahwa ia sedang mengembangkan teknologi yang membuat proses pengelolaan kelapa sawit namun tanpa membuang nutrisi yang terkandung dalam kelapa sawit.
Pengembangan yang dilakukan oleh Sahat ini disebut ‘dry process‘. “yang saya kembangkan ini tidak perlu air. Jadi pakai sistem panas (hot air). Tapi saya pakai teknologi kaya model pisang, jadi sawit itu dimatangkan dahulu sebelum diolah,” jelas Sahat.
Dalam penjabarannya, Sahat mengatakan, “Bahwa teknologi yang saya kembangkan ini adalah dry procees bukan wet, tujuannya ada 3 yaitu” :
- Kandungan nutrisi di minyak itu masih tinggi, karena saya tidak memakai temperatur tinggi.
- Emisi karbon 80% lebih rendah daripada yang konvensional.
- Biaya produksi lebih rendah juga.
Teknologi yang dikembangkan oleh Sahat murni inovasi dirinya sendiri. “Pada dasarnya program saya adalah mengubah minyak sawit dari loyang menjadi emas,” jelasnya.
Sahat juga menuturkan, “Kita sudah seratus tahun menjalankan teknologi wet proceesing, dimana objektif pertama pada saat itu adalah untuk mendapatkan lemak minyak (liquids), saya kira kita sudah seharusnya berhenti, karena apa?, alam sudah menyediakan demikian kayanya minyak sawit yang memiliki kandungan anti cancer, diabetes, sama pembentukan sel otak,” tuturnya.
Dari pemaparannya beliau juga memiliki sasaran yaitu, “Jika program ini berhasil bisa menurunkan BPJS juga. Sasarannya kan mereposisi sawit dari loyang menjadi emas. Strateginya no deforestation, para petani harus dalam bentuk koperasi jangan individu, lalu memperkuat yang lemah tanpa melemahkan yang kuat, terakhir dibentuk satu badan sawit republik,”
“Saya sudah bertemu dan menyampaikan program saya ini ke Bapak Jokowi pada 13 Oktober 2015, dia bilang kepada saya kalau sudah jadi (berhasil), sampaikan ke saya supaya saya promosikan,” timpal Sahat.
Kandungan vitamin yang ada di minyak kelapa sawit sangat banyak, dan selama ini terbuang sia-sia. Hasil produk dari pengembangan teknologinya itu nanti, Sahat mengatakan produknya akan berlaku untuk pembuatan kue, pembuatan makanan.
“Nah disinilah kalau bisa nanti dalam pertemuan kita di acara nanti yaitu T-POMI juli nanti di Bandung, kalau bisa ada dihadirkan ahli gizi, supaya mulai kita bikin paradigma bahwa sawit itu untuk makanan.” ucap Sahat. (din)