Bisnissawit.com – Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI) mengulas tentang standarisasi kebersihan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia yang saat ini masih menjadi problematika. Hal tersebut disinggung Wakil Ketua P3PI Edward Silalahi dalam diskusi bertajuk ‘Updating Technologi Palm Oil Mill Indonesia’ di Hotel Grandhika pada Jumat (5/4/24).
Diskusi ini merupakan intermezo dari kegiatan Technology Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2024 yang akan disenggalaran pada 18 – 19 Juli mendatang di Bandung. Dalam diskusi ini dimoderatori oleh Posma Sinurat, Edward Silalahi memaparkan pentingnya penerapan regulasi food grade mengingat 50 persen olahan crude palm oil (CPO) adalah food atau untuk makanan, sementara 50 persen lainnya non-food.
“Saya lihat CPO itu bahan dasar, walau tidak semua untuk makanan tetapi paling banyak untuk minyak goreng dan food factory mindset. Sejauh ini mindset soal food grade sudah diterapkan pada perusahaan besar kelapa sawit, tapi masih banyak juga yang belum,” ujar Edward Silalahi, Jumat (5/4/24).
Edward menyayangkan kebersihan pada hulu produksi konsumsi masyarakat jika tidak terjaga dari hulu, pabrik kelapa sawit memegang kunci dalam produksinya, melihat pabrik makanan lain yang sudah menerapkan standar kebersihan, Edward berharap pabrik kelapa sawit juga mempunyai standar serupa.
“Food factory atau food grade ini harus dimunculkan seperti pada pabrik makanan lain. Kenapa pabrik sawit tidak seperti itu?” ungkapnya.
Melihat kesenjangan ini Edward mengatakan harus ada regulasi food factory yang ditetapkan oleh pemerintah, aturan dan peraturan yang resmi harus ditetapkan. Selain itu diperlukan juga pengembangan SDM di pabrik kelapa sawit yang didukung dengan sertifikasi yang mumpuni sesuai dengan standar pabrik makanan. Ketika regulasi ini sudah terwujud, Edward optimis Indonesia bisa bergerak menjadi negara yang maju.
“Pabrik kelapa sawit itu ada 130 mesin yang bertanggungjawab mengeluarkan CPO dan kernel dan food factory ini sudah didengungkan tapi faktanya memang ada biaya yang lebih mahal untuk food grade. Tapi ini bukan sebatas pelaksanaan tapi juga pengambil kebijakan jika kita ingin jadi negara maju di 2045 kelasnya juga harus naik,” ujarnya.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga yang turut hadir dalam diskusi sependapat dengan regulasi food grade, ia setuju pabrik kelapa sawit di Indonesia harus maju selangkah dan harus disusun secara berkala, jangan sampai regulasi yang ditetapkan justru membuat kesulitan SDM di perkebunan dan pabrik kelapa sawit.
“Di perindustrian kita ini ada industri hijau, pabrik kelapa sawit kita itu 1220 tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dan food grade ini bisa mulai dari sekarang di cetuskan, tetapi jangan kita bikin pagar (aturan) itu tinggi sekali hingga kita tidak bisa melewati itu,” pungkasnya. (*)