Bisnissawit.com – Dalam program peremajaan sawit rakyat (PSR), pemerintah mendorong petani untuk mempraktikkan tumpang sari dengan padi gogo.
Namun, di lapangan, banyak petani lebih memilih menanam jagung dan hortikultura untuk memperoleh penghasilan tambahan sebelum tanaman sawit berbuah.
Menurut Ketua P3PI Bidang Agronomi, Dadang Gusyana, keberhasilan tumpang sari sangat ditentukan oleh akses pasar.
“Petani harus dekat dengan pengepul. Jika jarak terlalu jauh, hasil panen berisiko tidak terserap pasar,” jelasnya saat kegiatan 4th IPOSC beberapa waktu lalu.
Dalam tumpang sari jagung, tantangannya terletak pada minimnya pengalaman petani sawit dalam menanam jagung.
Namun, perkembangan teknologi pertanian telah menghadirkan jagung hibrida yang tahan penyakit serta jagung bioteknologi yang tahan herbisida.
Prospek jagung cukup menjanjikan karena kebijakan pemerintah membatasi impor, sehingga industri pakan lebih mengutamakan pasokan dalam negeri.
Petani PSR di Lubuk Linggau dan Labuhan Batu telah mempraktikkan penanaman semangka di antara barisan sawit yang belum menghasilkan.
Penyinaran matahari yang optimal membuat semangka tumbuh dengan baik. Setelah terbiasa menanam semangka biasa, petani dapat beralih ke semangka tanpa biji, meski prosesnya lebih rumit karena memerlukan polinasi manual.
Di beberapa perusahaan perkebunan sawit, tumpang sari hortikultura seperti cabe keriting dan bawang merah juga dilakukan untuk memutus siklus penyakit ganoderma.
Perusahaan bahkan mendatangkan petani bawang merah dari Brebes. Menariknya, hasil panen di lahan baru justru lebih memuaskan dibandingkan di Brebes, yang sudah mengalami kejenuhan tanah akibat intensitas pemupukan dan pestisida tinggi.
Keunggulan tumpang sari dengan hortikultura adalah pola pemupukan rutin sebanyak tiga kali seminggu. Teknik pemupukan ini tidak hanya bermanfaat bagi tanaman hortikultura, tetapi juga memberikan nutrisi tambahan bagi sawit.
Sementara itu, program tumpang sari padi gogo juga sedang dikembangkan. Para ahli sedang mencari varietas yang paling cocok, karena padi gogo lebih praktis, tidak memerlukan irigasi, dan hanya bergantung pada curah hujan.
Namun, petani perlu mempertimbangkan beberapa hal penting dalam tumpang sari sawit: tambahan biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan tenaga panen; pemilihan jenis tanaman dan waktu penanaman sesuai ketersediaan air; menjaga kesuburan tanah; mengantisipasi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT); serta memastikan distribusi cahaya matahari cukup agar tidak terjadi persaingan antar tanaman.