Bisnissawit.com – Penggunaan tandan kosong (tankos) kelapa sawit untuk menjadi bahan pembuatan pupuk organik yang ramah terhadap lingkungan mulai dikembangkan secara masif di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Langkah inovatif ini, seperti keterangan resmi yang diterima Media Perkebunan, Sabtu (14/12/2024), mulai dipraktekkan melalui program Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL) yang dijalankan oleh pihak Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF), dan dikerjasamakan dengan berbagai pihak di Labura.
Seperti dengan pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labura khususnya Dinas Pertanian (Distan) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Masyarakat Agroforestri Indonesia (MAFI), para petani sawit dan masyarakat setempat, serta mendapatkan basis kajian dari PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang merupakan anak usaha milik Holding PTPN.
Pengembangan tankos sawit untuk pupuk organik ini juga melibatkan PT Graha Dura Leidong Prima (GDLP), Bakrie Group dan perusahaan sawit lainnya yang terkoneksi dengan tujuh desa percontohan SFITAL. Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tentu saja memiliki stok tankos di setiap pabrik kelapa sawit (PKS) mereka masing-masing.
Agar lebih tersinkronisasi, berbagai pihak di Labura tersebut berkumpul di Aek Kanopan, Jumat (13/12/2024), untuk mengikuti lokakarya bertajuk “Membangun Kemitraan Pengembangan Usaha Pupuk Organik Tandan Kosong Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara”.
Di situ mereka membahas potensi pengembangan pupuk organik berbasis tankos di Labura, sekaligus bertujuan mendorong kemitraan antara pemerintah, petani, dan sektor swasta guna mengoptimalkan limbah sawit sebagai sumber daya bernilai ekonomi dan ekologis.
Perlu diketahui bahwa dalam mendukung tata kelola kelapa sawit berkelanjutan, SFITAL telah menjalankan kegiatan piloting di 7 desa percontohan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 500.8/617/Diperta/RAD-KSB//IX/2023.
Endri Martini selaku peneliti ahli Agroforestri CIFOR-ICRAF Program Indonesia menyampaikan bahwa pupuk organik tankos, dengan kandungan nitrogen yang lebih tinggi, berpotensi tidak hanya meningkatkan kualitas tanah.
“Tetapi juga meningkatkan produktivitas pertanian, membuka peluang usaha baru bagi petani dan kelompok tani, sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan,” ujar Endri Martini.
Ia menjelaskan bahwa inisiasi dan inovasi ini bermula pada sulitnya akses petani untuk mendapatkan pupuk. Namun di saat yang bersama, kata dia, justru tersedia cukup banyak bahan baku limbah tankos, mengingat Labura adalah salah sentra perkebunan kelapa sawit di Sumut.
Untuk itu, ia menilai membangun kemitraan dengan berbagai pihak cukup krusial meski Program SFITAL telah berakhir.
Kepala Dinas Pertanian Labuhanbatu Utara, Drh Sudireja, MM, mengatakan bahwa berbagai kajian juga telah dilakukan bersama PT RPN yang menunjukkan tankos memiliki kandungan makronutrien tinggi yang lebih unggul dibandingkan limbah sawit lainnya.
Ia bilang, kegiatan di 7 desa ini mencakup pelatihan pengelolaan kebun sawit, mengembangkan kebun belajar intercropping, sekaligus kemitraan untuk usaha pupuk organik berbasis tankos.
“Pengembangan pupuk organik TKKS ini merupakan langkah inovatif yang digagas ICRAF melalui SFITAL untuk mengatasi tantangan kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia,” kata Sudireja.
“Kami berharap tujuh desa percontohan SFITAL kini menjadi model pengembangan pupuk organik yang diharapkan dapat direplikasi di desa-desa lain,” tuturnya lebih lanjut.
Kepala Bappeda Labura, Muhammad Asril S.Sos dalam arahannya mengatakan Program SFITAL yang dilaksanakan sejak tahun 2022 di Labura dan mendapatkan dukungan penuh dari Bappeda yang terus berupaya menjalin kerja sama yang berkelanjutan.
“Terutama dalam sektor pertanian dan perkebunan, untuk mengembangkan potensi yang ada. Dengan dukungan kolaborasi beberapa Perusahaan Swasta di Labura, dapat mempercepat kemajuan daerah,” kata Muhammad Asril.
Kata dia, dampak lingkungan menjadi fokus utama dari kemitraan ini, dan ke depan, Labura juga ingin mendorong hilirisasi sebagai bagian dari pembangunan daerah.
“Program ini diharapkan menjadi model pengelolaan kelapa sawit yang ramah lingkungan, mendukung ketahanan pangan, dan menguntungkan secara ekonomi. Sebagai bentuk komitmen, kami akan memasukkan inisiatif ini ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Labura,” tegas Muhammad Asril.