25 November 2024
Share:

Bisnissawit.com – Perkebunan sawit rakyat berkontribusi pada keberhasilan program mandatori biodiesel B50. Peningkatan produksi dapat dicapai tanpa perluasan lahan (ekstensifikasi), melainkan melalui upaya intensifikasi.

Produktivitas perkebunan sawit nasional saat ini mencapai rata-rata sekitar 3 ton CPO per hektare. Angka ini terlihat dari luas total lahan sawit nasional yang mencapai 16,2 juta hektare, dengan produksi tahunan berkisar antara 48 hingga 50 juta ton.

“Artinya, kalau di bagi rata dengan luasan lahan, produktivitas sawit nasional masih tergolong rendah,” tutur Direktur PTPN Holding (Persero), Dwi Sutoro, pada saat seminar yang diselenggarakan oleh Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Jakarta, Senin (18/11/2024).

Dalam Seminar yang merupakan agenda pembuka Kongres RSI pertama. Dwi Sutoro menjelaskan bahwa tidak semua kebun kelapa sawit memiliki produktivitas rendah. Best practice-nya sudah bisa enam ton per hektare. Bahkan, beberapa perkebunan kelapa sawit mampu menghasilkan 6 ton/ha.

Salah satu contohnya, kebun yang dikelola oleh PTPN. Namun, jika dihitung secara rata-rata, produktivitas sawit yang optimal setidaknya mampu mencapai 5 ton per hektare. 

“Produktivitas sawit nasional yang rendah tidak lepas dari luasnya lahan sawit milik petani yang mencapai 6 juta hektare atau 42 persen dari total luas lahan sawit nasional,” kata Dwi Sutoro.

Dwi Sutoro menjelaskan bahwa jika produktivitas lahan sawit milik petani dapat ditingkatkan menjadi 5 ton per hektare, produksi sawit nasional berpotensi mencapai 80 juta ton. 

“Insya Allah, itu akan cukup untuk mendukung program B50,” ujar alumnus ITB dan Monash University Australia ini.

Mengingat pentingnya peran petani, PTPN mulai tahun ini berfokus mendukung pemerintah dalam meningkatkan produktivitas lahan melalui program peremajaan (replanting). Upaya peremajaan ini dilakukan pada lahan-lahan plasma yang bermitra dengan PTPN. 

Baca Juga:  Petani Sawit Labuan Batu Menyanggah Pengurusan STDB yang Katanya Gratis

“PTPN memiliki target replanting sebesar 40 ribu hektare pada tahun depan,” ujar Dwi Sutoro.

Dwi Sutoro menyampaikan pentingnya partisipasi perusahaan swasta dalam program peremajaan (replanting). Ia berharap Rumah Sawit Indonesia (RSI) dapat mendorong anggotanya untuk turut berperan aktif dalam mendukung upaya tersebut.

“Ini Pak Kacuk Sumarto (Ketua Umum RSI) dan RSI juga akan melakukan peremajaan pada lahan-lahan anggotanya,” sebut Dwi Sutoro.

Dwi Sutoro menjelaskan bahwa peremajaan sawit yang ideal dilakukan seluas 4 persen per tahun dari total luas lahan. “Jika ada lahan seluas 100.000 hektare, berarti ada 4.000 hektare lahan yang harus diremajakan setiap tahun,” ujarnya.

Perhitungan ini sesuai best practice sawit, dipotong pada usia setelah 25 tahun, dan sawit yang baru ditanam mulai berbuah pada usia 4-5 tahun.