Bisnissawit.com – Sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia memainkan peran strategis dan berkontribusi secara signifikan terhadap industri biofuel, pangan, dan oleokimia.
Saat ini, minyak sawit Indonesia telah menyumbang sekitar 23% produksi minyak nabati dunia atau 58% produksi minyak sawit global.
Selain menjadi salah satu sumber pendapatan nasional, industri kelapa sawit juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan masyarakat dan bertransformasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Untuk itu, Pemerintah secara konsisten terus berupaya untuk memastikan industri kelapa sawit dapat berkembang secara berkelanjutan, efisien, dan kompetitif.
“Kebijakan pangan dan energi Indonesia berfokus pada peningkatan swasembada, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memastikan keberlanjutan untuk mendukung ketahanan ekonomi dan tujuan lingkungan hidup,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan keynote speech secara virtual dalam acara The 20th Indonesian Palm Oil Conference And 2025 Price Outlook (IPOC), Kamis (7/11).
Lebih lanjut, Menko Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan pangan Indonesia memprioritaskan swasembada dan keterjangkauan pangan, dengan fokus pada pangan pokok seperti beras, kedelai, dan produk minyak sawit.
Sedangkan terkait kebijakan biodiesel di Indonesia, tujuan utamanya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang diimpor, mendorong bauran energi yang lebih berkelanjutan, dan mendukung industri minyak sawit.
Elemen kunci dari kebijakan tersebut yakni kewajiban biodiesel berbasis kelapa sawit (B35) untuk industri transportasi yang akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2025.
Selanjutnya, Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa sejumlah strategi perlu diterapkan untuk mengelola produksi kelapa sawit dengan baik, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi, kebutuhan energi, dan ketahanan pangan sekaligus melindungi lingkungan.
Strategi tersebut salah satunya dengan peningkatan Program Peremajaan Petani Kecil atau dikenal dengan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Sejak tahun 2017, Indonesia telah memberikan hibah PSR untuk sekitar 360.000 hektar dan memberikan manfaat kepada 158.000 petani kecil.
Selain itu, penerapan praktik pertanian yang baik, budidaya varietas kelapa sawit dengan hasil lebih tinggi, serta melakukan promosi sertifikasi minyak sawit berkelanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) juga menjadi strategi yang perlu dilakukan.
Tantangan bagi sektor kelapa sawit ke depan juga akan terus bergulir. Industri seringkali menghadapi tekanan eksternal terkait permasalahan lingkungan hidup yang terkadang disajikan dengan data yang tidak seimbang atau tidak akurat, seperti European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).
Konferensi ini dapat menjadi peluang untuk menegaskan kembali komitmen terhadap praktik berkelanjutan dan terus meningkatkan standar di Indonesia.
“Kami yakin bahwa Indonesia mempunyai potensi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas minyak sawit secara signifikan di tahun-tahun mendatang,” pungkas Menko Airlangga.