14 Oktober 2024
Share:

Bisnissawit.com – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengambil sikap terhadap isu tudingan adanya pengusaha sawit yang tidak bertanggung jawab dan merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun.

Menyikapi kabar itu, GAPKI berharap segera bisa menghadap Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menjelaskan berbagai potensi hingga dugaan kebocoran keuangan di industri kelapa sawit.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum GAPKI Eddy Martono. Ia mengatakan akan bertemu dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk klarifikasi soal isu yang mengejutkan ini. Dia menegaskan, industri sawit mempunyai kontribusi besar untuk ikut memajukan ekonomi negeri ini.

“Bukan hanya persoalan ini saja, kami juga akan menjelaskan kepada Presiden (Terpilih Prabowo Subianto) secara keseluruhan tantangan yang dihadapi industri sawit baik di dalam maupun di luar negeri,” kata Eddy Martono dalam siaran pers di Jakarta, Senin (14/10/2024).

Menurut Eddy, isu kebocoran ini sebenarnya merupakan kasus keterlanjuran adanya lahan perkebunan sawit di kawasan hutan.

Kemudian, terbit Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan UU tersebut, pemerintah membentuk Tim Satuan Tugas untuk mempercepat penanganan tata kelola industri kelapa sawit, khususnya yang berada di kawasan hutan.

Dalam Pasal 110A UU Cipta Kerja, dijelaskan perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki perizinan berusaha, dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.

Serta ia juga menyebutan Pasal 110B berisi ketentuan, perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha, tetap dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.

Eddy menjelaskan, sebenarnya untuk persyaratan yang dikategorikan masuk di Pasal 110A, sudah mendapatkan surat tagihan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca Juga:  SPKS Raih Penghargaan Sebagai Organisasi Petani yang Bekerja Nyata Melatih Petani Sawit

“Hampir 90 persen lebih perusahaan sudah membayar,” ujarnya.

Namun, Eddy tidak mengetahui apakah perusahaan yang berbentuk koperasi sudah menyelesaikan ketentuan seperti yang tertuang di Pasal 110A.

Dia menyebutkan luas lahan sawit yang masuk dalam katagori Pasal 110A sekitar 700 ribu hektare. Sedangkan untuk yang masuk katagori Pasal 110B belum diketahui luasnya, karena memang belum ada surat dari KLHK.

“Penetapan dari KLHK perihal lahan sawit yang masuk katagori 110B dan tagihan denda adminstrasinya akan memperjelas semuanya,” jelasnya. (*)