Bisnissawit.com – Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret memiliki akar sejarah panjang sejak 1908. Perayaan ini lahir dari perjuangan perempuan dalam menuntut hak-haknya, melawan diskriminasi, dan mengupayakan kesetaraan.
Tahun 2025, peringatan ini mengusung tema “Mempercepat Aksi” dengan tagar global #AccelerateAction. Sebagai komoditas global, industri sawit harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan internasional, tidak hanya dalam isu lingkungan tetapi juga terkait hak-hak pekerja perempuan.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap perlindungan pekerja perempuan semakin meningkat, termasuk dalam hal kesetaraan, pencegahan kekerasan, dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja.
Industri kelapa sawit di Indonesia memiliki peran besar dengan melibatkan lebih dari 16 juta tenaga kerja, di mana jumlah pekerja perempuan cukup signifikan. Sebagian besar dari mereka bekerja di daerah pedesaan dengan keterbatasan akses terhadap sumber daya.
Oleh karena itu, langkah konkret diperlukan untuk mengurangi risiko, meningkatkan edukasi, dan memastikan lingkungan kerja yang aman bagi pekerja perempuan.
“Pekerja perempuan di sektor sawit memiliki peran vital. Kita harus memastikan bahwa mereka bekerja dalam kondisi yang layak, aman, dan tanpa diskriminasi,” ujar Ketua Bidang Pengembangan SDM GAPKI, Sumarjono Saragih kepada media, Sabtu (8/3/25).
Sebagai bagian dari upaya perlindungan pekerja perempuan, GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) mengambil langkah strategis dengan meluncurkan Buku Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit pada tahun 2021.
Peluncuran ini dilakukan bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta diiringi dengan peresmian RP3 (Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan) di kebun sawit PT Hindoli (Cargill), Sungai Lilin, Sumatera Selatan.
Salah satu prinsip utama dalam buku panduan tersebut adalah pembentukan Komite Jender atau Perempuan di lingkungan perkebunan sawit.
“Komite Jender adalah lembaga kunci perlindungan pekerja perempuan di perkebunan sawit. Komite ini dibentuk untuk meningkatkan kesadaran, mengidentifikasi dan mengangkat isu-isu terkait, serta mendorong peningkatan kondisi kerja bagi perempuan,” terang Sumarjono
Sejalan dengan semangat “Mempercepat Aksi”, GAPKI terus menggiatkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap pekerja perempuan. Kampanye serta promosi mengenai perlindungan hak pekerja perempuan semakin diperluas dengan menjadikan buku panduan tersebut sebagai alat edukasi utama.
Berbagai lokakarya dan pelatihan telah diselenggarakan di berbagai provinsi, melibatkan banyak pihak termasuk serikat buruh.
“Dialog dan kolaborasi dengan serikat buruh menjadi kunci di tempat kerja. Dengan cara ini, industri sawit dapat mewujudkan keberlanjutan melalui kerja layak (decent work) yang responsif terhadap jender,” tambahnya.
Sumarjono juga menambahkan, “Kita tidak bisa hanya berhenti pada kebijakan. Implementasi dan pengawasan menjadi hal yang utama. GAPKI berkomitmen untuk terus mempercepat upaya perlindungan pekerja perempuan agar mereka mendapatkan hak yang setara di tempat kerja,” katanya.