Bisnissawit.com – Dalam rangkaian Indonesia Economic Summit (IES) 2025, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) yang diwakili oleh Ketua Sabarudin menegaskan komitmen organisasi dalam memperjuangkan keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia.
Dialog kolaboratif ini diselenggarakan oleh Global Alliance for a Sustainable Planet (GASP), Indonesian Business Council (IBC), dan Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) untuk membahas tantangan dan peluang keberlanjutan minyak sawit Indonesia.
Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran strategis dalam rantai pasok global. Industri ini menyumbang sekitar 3,5% terhadap PDB nasional dan menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 18 juta orang.
Namun, dengan diberlakukannya European Union Deforestation Regulation (EUDR) pada 2026, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan produk sawitnya tetap kompetitif di pasar internasional, termasuk Uni Eropa.
Ketua SPKS Sabarudin menekankan pentingnya sinergi dalam menghadapi regulasi tersebut.
“Kami percaya bahwa penguatan peran smallholders adalah kunci keberlanjutan sawit di Indonesia. Dalam menghadapi tantangan seperti Regulasi Deforestasi Uni Eropa, sinergi kebijakan, dukungan teknologi, dan kolaborasi lintas sektor sangatlah penting untuk masa depan sawit yang lebih adil dan berkelanjutan,” ujarnya saat diwawancarai Media Bisnis Sawit, Selasa (18/2/25).
Hampir 40% luas perkebunan sawit di Indonesia dikelola oleh petani kecil (smallholders), yang menjadi pihak paling rentan terhadap dampak regulasi tersebut. Oleh karena itu, dukungan terhadap peningkatan produktivitas, penyediaan data yang akurat, bantuan keuangan, dan tata kelola yang baik menjadi prioritas bersama.
Lebih lanjut, dialog tersebut menyoroti fakta bahwa minyak sawit bukanlah penyebab utama deforestasi. Justru, industri kelapa sawit di Indonesia telah memberikan kontribusi positif dalam mengalihfungsikan lahan-lahan terdegradasi menjadi lahan produktif.
“EUDR seharusnya tidak mengandung unsur regulatory imperialism yang tidak adil terhadap negara penghasil sawit seperti Indonesia,” kata Sabarudin.
Dalam kesempatan ini, para pemangku kepentingan menyepakati perlunya kebijakan yang lebih kooperatif dan berimbang antara Indonesia dan Uni Eropa. Pendekatan tersebut akan memperkuat daya saing sawit Indonesia sambil tetap mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dialog kolaboratif ini mempertemukan lebih dari 60 tokoh penting, termasuk perwakilan pemerintah, pemimpin bisnis, dan mitra strategis, yang berdiskusi mengenai pengembangan investasi dan kolaborasi bisnis untuk masa depan sawit berkelanjutan.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan penguatan peran petani kecil, Indonesia diharapkan tetap menjadi pemimpin yang kompetitif dan bertanggung jawab dalam industri kelapa sawit global.