Bisnissawit.com – Meski curah hujan tinggi mengguyur sejumlah wilayah ASEAN dalam beberapa bulan terakhir, produksi minyak sawit mentah (CPO) Malaysia justru menunjukkan peningkatan signifikan dalam enam bulan terakhir.
Mengutip laporan The Edge Malaysia yang dirilis pada Minggu (6/4/2025), stok CPO Negeri Jiran tercatat mengalami kenaikan untuk pertama kalinya sejak enam bulan terakhir. Kenaikan cadangan ini berkorelasi langsung dengan meningkatnya hasil panen tandan buah segar (TBS), baik dari perkebunan rakyat maupun perusahaan besar.
Situasi ini meredakan kekhawatiran yang sebelumnya mencuat terkait potensi gangguan produksi akibat cuaca ekstrem. Namun, di sisi lain, kenaikan produksi tersebut justru memberikan tekanan lanjutan pada harga CPO di pasar berjangka, yang tercatat sudah turun sekitar 16 persen sejak mencapai puncaknya pada November 2024.
Para pelaku pasar dan investor dilaporkan merasa kecewa dengan kenyataan ini. Sebelumnya, mereka berharap bahwa curah hujan lebat dan banjir yang melanda Asia Tenggara awal tahun ini akan memperlambat proses panen dan distribusi TBS ke pabrik kelapa sawit (PKS), sehingga mendongkrak harga.
Survei terbaru yang dilakukan Bloomberg terhadap 11 pelaku industri, termasuk analis, pedagang, dan eksekutif perkebunan, menunjukkan bahwa produksi CPO pada Maret 2025 naik 3,3 persen menjadi 1,56 juta ton dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, total produksi diperkirakan meningkat hingga 10 persen menjadi 1,31 juta ton—angka tertinggi sejak Juli 2024, sekaligus menandai akhir dari tren penurunan selama setengah tahun terakhir.
Ekspor CPO juga diprediksi naik sebesar 3 persen, menyentuh angka 1,03 juta ton. Data resmi dari Malaysian Palm Oil Board (MPOB) dijadwalkan akan dirilis pada Kamis, 10 April 2025.
Nagaraj Meda, Ketua dan Direktur Pelaksana TransGraph Consulting, memperkirakan bahwa peningkatan produksi masih akan berlanjut pada kuartal kedua tahun ini. Ia menyebutkan bahwa stok CPO Malaysia berpotensi naik antara 200.000 hingga 400.000 ton dalam periode April–Juni 2025. “Fokus pasar ke depan akan tertuju pada produktivitas panen TBS,” ujarnya.
Sebagai catatan, harga CPO Malaysia anjlok hampir 3 persen pada Jumat (4/4/2025) lalu, turun ke level RM 4.363 per ton saat jeda perdagangan siang hari—penurunan harian tertajam dalam lebih dari dua pekan terakhir.
Chandran Sinnasamy, pialang berjangka dari CGS International Futures, menambahkan bahwa kekhawatiran terhadap tingginya stok Malaysia serta melambatnya ekspor turut menekan harga. Di sisi lain, pengumuman tarif impor baru oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga menjadi sentimen negatif yang bisa menggoyang stabilitas ekonomi global.