18 Maret 2024
Share:

Bisnissawit.comPresiden Joko Widodo baru saja meresmikan pabrik Minyak Makan Merah pada Kamis (14/3/24) lalu yang mana Pabrik Minyak Makan Merah ini merupakan pabrik pertama di Indonesia dan ditetapkan menjadi pabrik percontohan. Pabrik Minyak Makan Merah ternyata mempunyai perbedaan dari pabrik minyak goreng biasa, apa saja yang membedakan?

Bisnis Sawit mewawancarai Ahli Teknologi Pasca Panen, Dr. Frisda Rimbun Panjaitan, MT yang merupakan peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, ia menjelaskan pabrik Minyak Makan Merah justru lebih irit dibandingkan dengan pabrik migor biasa karena ada tahapan yang dilewatkan oleh Minyak Makan Merah.

“Teknologi produksi Minyak Makan Merah berbeda dari minyak goreng sawit komersial, pada produksi Minyak Makan Merah, ada unit-unit produksi yang dipangkas, seperti bleaching dan deodorisasi, jadi unit produksinya lebih sederhana,” jelas Frisda Panjaitan dalam wawancara ekslusif Bisnis Sawit, Senin (18/3/24).

Diketahui, Minyak Makan Merah tidak mengalami proses bleaching yang bertujuan untuk memisahkan zat-zat warna dan zat organik, hal ini yang menyebabkan warna Minyak Makan Merah berwarna merah sesuai dengan warna zat asli CPO. Selain itu, Minyak Makan Merah juga tidak mengalami proses deodorisasi yaitu proses untuk memisahkan aroma dan bau dari minyak.

“Karena prosesnya lebih disederhanakan jadi waktu pengerjaan juga lebih ringkas,” ujar Frisda Panjaitan.

Peneliti yang menempuh gelar doktor di Muroran Institute of Technology Japan pada 2017 ini juga mengungkapkan secara pemakaian, Minyak Makan Merah memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Pemakaian Minyak Makan Merah dapat digunakan berulah hingga tujuh kali pemakaian, hal ini berbeda dengan migor biasa yang hanya bisa digunakan berulang dua sampai tiga kali saja.

Baca Juga:  BRIN Sebut Sawit Sapi Tidak Sebabkan Ganoderma

“Berdasarkan penelitian kami Minyak Makan Merah aman digunakan hingga 7 kali hasil gorengan,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan, suhu maksimal saat memasak juga tidak akan mempengaruhi kandungan nilai gizi dan vitamin yang ada pada Minyak Makan Merah.

“Suhu penggorengan yang paling tinggi itu adalah kira-kira 173 derajat celcius, ini penggorengan deep frying, metode penggorengan yg biasa digunakan restoran cepat saji, jadi dalam praktek menggoreng oleh ibu di rumah tidak akan seperti itu,” sambungnya.

Hasil dari penelitian, uji menggoreng Minyak Makan Merah dengan metode deep frying sampai dengan penggorengan ke-7 masih terdapat pro-vitamin A masih retained sebesar 27,4% dan retained vitamin E sebesar 46,3%.

“Memang, akan dibutuhkan edukasi sosial mengenai penggunaan Minyak Makan Merah ini dalam praktek penggorengan agar bisa lebih optimalisasi vitaminnya masuk ke dalam tubuh dari hasil gorengan,” pungkas Frisda. (AD)