27 Desember 2024
Share:

Bisnissawit.com – TPOLS adalah Transnational Palm Oil Labour Solidarity Network atau Jaringan Solidaritas Transnasional Buruh Sawit, mendesak Pemerintah untuk melibatkan kalangan perburuhan dalam tata kelola sawit nasional yang belakangan ini gencar dilakukan.

TPOLS telah berdiri pada tahun 2019 untuk memperdalam partisipasi transnasional dalam tata kelola regional dan mencapai industri kelapa sawit nasional yang berkelanjutan secara sosial dan ekologis.

Mengutip Media Perkebunan, Koordinator TPOLS Rizal Assalam dalam keterangan resmi mengatakan serikat-serikat buruh, pejuang agraria dan kelompok sipil yang tergabung dalam TPOLS berjuang agar buruh dilibatkan atau tidak dikesampingkan dalam tata kelola sawit, Jumat (27/12/2024),

“Kami berupaya memberikan ulasan hal-hal penting seputar buruh perkebunan sawit yang terjadi sepanjang tahun 2024,” tutur Rizal Assalam.

Mereka menunjukkan terdapat 6 kasus pada tahun 2024 yakni (1) kondisi kerja yang buruk terkait upah rendah, (2) eksploitasi berdasarkan gender dan kondisi kerja mematikan. Kemudian, mereka menemukan (3) cacat sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan proses audit yang dimanipulasi, (4) ekspansi perkebunan sawit, pertanian kontrak/plasma, dan konflik tanah, (5) penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan, (6) ketidakbebasan berserikat dan pemberangusan serikat.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca menyampaikan, tidak adanya perlindungan terhadap buruh kebun ini diakibatkan oleh regulasi nasional yang buruk. 

“UU Cipta Kerja telah memperkokoh praktek eksploitatif di perkebunan, dengan memberikan landasan hukum yang membenarkan perekrutan buruh kasual atau musiman dengan upah satuan hasil dan satuan hari kerja,” ujar Damar Panca 

Damar Panca menyinggung soal regulasi tingkat global seperti Regulasi Uni Eropa tentang Anti Deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Serta Arahan Kewajiban Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan atau Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD) yang diterapkan beberapa tahun ke depan memunculkan pertanyaan terkait dampaknya dan mekanisme perlindungan buruh.

Baca Juga:  TPOMI 2024, P3PI Buka Kerja Sama Pabrik Kelapa Sawit Produksi Dalam Negeri

Damar mengungkapkan, pertemuan jaringan TPOLS dengan perwakilan dari Uni Eropa awal Desember 2024 lalu menegaskan bahwa regulasi internasional perlu memiliki akses terhadap keadilan yang bisa diakses oleh serikat buruh. 

Uli Arta Siagian dari Walhi Eksekutif Nasional menegaskan perlunya penyerahan aspek perlindungan buruh. Pada peraturan nasional tidak akan efektif di situasi ketika peraturan nasionalnya tidak berpihak pada buruh.

Kekosongan hukum ini mendapat perhatian dari Sawit Watch. Hotler “Zidane” Parsaoran, dari Sawit Watch menggarisbawahi bagaimana UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang digunakan saat ini kurang representatif untuk melindungi buruh perkebunan sawit. 

Menurut Hotler Zidane Parsaoran, lanskap dan kondisi kerja di perkebunan sawit cenderung berbeda dibandingkan industri sektor manufaktur. 

“Hal ini bisa terlihat dari kebutuhan kalori yang jauh lebih tinggi. Sedangkan penerapan beban kerja yang mendasar pada tiga hal: target tonase, target luas lahan, dan target jam kerja,” kata Zidane. 

“Masalah-masalah dasar seperti hubungan kerja, K3, sanitasi, air bersih yang cukup, fasilitas kesehatan tidak tersedia dengan layak oleh perusahaan,” tuturnya lebih lanjut.

Sebelumnya, Zidane berpendapat telah ada upaya mendorong rancangan undang-undang (RUU) tentang Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit. 

Zidane mengatakan, Pemerintah banyak memberi dukungan masif terhadap industri ini melalui kebijakan revitalisasi perkebunan, pembangunan kawasan ekonomi khusus dan pengembangan biodiesel hingga melobi negara-negara konsumen. Namun, dukungan tersebut, tidak diikuti dengan kebijakan-kebijakan penting terkait perlindungan ketenagakerjaan untuk buruh perkebunan sawit. 

Zidane menegaskan bahwa RUU ini perlu masuk dalam prolegnas prioritas. Karena itu, TPOLS menilai perlu transisi yang adil dalam industri sawit, yang menyasar corak produksi eksploitatifnya. 

“Deklarasi Sambas yang dikeluarkan oleh jaringan TPOLS dibuat sebagai acuan tuntutan-tuntutan yang relevan untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekologi di perkebunan sawit,” tegas Zidane.

Baca Juga:  Turunnya Harga CPO dan PKO Jadi Penyebab Penurunan Harga TBS di Kaltim